Ahad, 30 Ogos 2015

Perjalanan Panjang

Tinggal lah seluruh damai,
Juga panorama lena,
Bertelanjang melangkah pergi,
Jauh mengasing jiwa muda,
Berharap tak meratap,
Semoga terbit tangan terbuka,
Menyambut sapa ku meski asing,
Bagi nya,

Aku ruang tak terisi waktu,
Kerna yang mampu terisi kan,
Cuma perjalanan panjang,
Aku ruang tak terisi rindu,
Kerna rindu ku sejati nya,
Cuma perjalanan panjang,

Perjalanan panjang meneroka perasaan,
Jauh mencari hati manusia,
Yang hilang tak akan ku temui,
Jika aku berdiam tak mendengar tak memandang.

Sabtu, 29 Ogos 2015

Untuk Kali Ini

Tika kita begitu melihat
Selama darah dada terasa
Saat suara menikam angin,
Layar merah kan terbenam
Hingga kelam menenggelam
Sampai seluruh kita hilang

Untuk kali ini,

Kehadapan kita serta
Supaya lepas jemu semua
Pada mati waktu tersisa
Matikan lenyap para semu
Tembusi tuli para penggeli
Terangi mata para kelabu
Sampai kita kembali berarti

Khamis, 20 Ogos 2015

Cerita Langit Samar

Di pagi yang hening, sepi serta tak sedikit pula kicauan unggas bergema di ruang langit yang masih samar. Di sisi hujung langit kelihatan seperti selendang biru cerah beralun lembut datang mengganti pakaian langit yang tadi nya hitam sebelum warna samar ini tertebar. Ketika langit sudah semakin cerah membiru dan serakan awan pun sudah kelihatan maka mulai lah terdengar akan bunyi derapan langkah manusia keluar dari tempat tinggal mereka menuju ke tempat yang asing bagi orang yang masih bermimpi di kamar tidur.

Mereka keluar demi sebuah penghargaan kepada kehidupan setelah dari tadi nya dia memanjatkan kesyukuran buat udara dan kudrat yang masih dibekalkan oleh Sang Pencipta. Demikian mereka merasakan setiap hari itu adalah sebuah kesempatan atau peluang malah mereka juga merasakan setiap hari di mana mereka masih mampu untuk bangun lantas punya kekuatan untuk berjalan keluar dari tempat tinggal itu tidak layak dilalui dengan tidur dan berdiam diri.

Mereka itu juga bermimpi tapi mereka juga pegang mimpi mereka. Dengan mimpi itu lah mereka punya kekuatan untuk keluar membina harapan serta mengutuhkannya agar mampu direalisasikan selari bersama keinginan mereka. Jika tidak mereka juga tidak akan pernah berhenti selagi langit samar masih membangun kan mereka. Berbanding dengan orang yang masih tidur dengan mimpi-mimpi yang dibiar berlanjutan menjadi khayalan, orang yang keluar tadi malah punya kekuatan jauh lebih kuat dan kekuatan itu bukan datang dari cuma daya mereka tapi semangat untuk hidup.

Mimpi mereka hanya lah sekadar untuk hidup yang lebih baik, disenangi orang, urusan yang dipermudah, menghindarkan fitnah dan syak wasangka, membela yang lemah dan yang lebih penting buat mereka ialah punya semangat untuk terus berusaha selagi hidup. Kerana hidup adalah sebuah pendakian dan orang yang berjaya tiba di kemuncak ialah orang yang sabar ketika mendaki. Itu masih tiada yang pernah menafikan.

Sememangnya hidup bukan lah semata-mata jalan yang lurus tak berpenghadang sampai sesuatu yang dinamakan sebagai matlamat itu kelihatan  meski berjarak ribuan batu jauhnya dari tempat kita berdiri. Bagi mereka hidup tidak semudah itu. Mereka tidak mahu tertipu dengan khayalan yang boleh berubah-ubah pula berdasarkan nafsu dan kehendak kita. Meski pun kemuncak sering ditutupi kabut dan tidak pasti apa yang ada di atas sana, namun, mereka lebih  percaya untuk terus mengangkat tangan memaut batu-batu supaya terangkat tubuh mereka di pendakian hingga nanti mereka berdiri menjulang tangan mereka ke langit. Mereka ini tahu jika nanti sememangnya tiada apa yang ada di atas sana, sekurang-kurangnya mereka diizinkan Tuhan untuk menangis sambil berteriak kerana kemuncak yang telah mereka takhluk kan hasil keredhaan tuhan terhadap kesabaran mereka dan mereka bakal di saji kan panorama indah di hadapan mata mereka.

Tiba di kemuncak juga bukan lah pengakhiran kepada semua usaha mereka tapi ini boleh jadi sebuah permulaan untuk mendaki kemuncak yang lebih tinggi hingga nanti bintang-bintang yang mereka gapai. Walaupun begitu, mereka juga mengakui bahawa setiap keberhasilan yang mereka kecapi itu tidak akan sama sekali berlaku jika tidak kerana orang disekelilingnya. Iaitu orang yang memapah nya berjalan ketika jatuh, membalut luka nya, mengesat keringat nya juga yang membangkitkan semangat nya. Oleh itu, orang ini tidak bakal berani untuk mempersendakan orang lain malah selalu merendahkan hati serta sering pula membantu yang lain.

Aku dengan segenap hati yang lintuh bersama mata yang berat pula melihat, tidak kurang pula rasa cemburu dengan kegigihan mereka itu. Bukan lah atas sebab kesempurnaan tubuh badan yang terdapat pada mereka tapi peribadi, prinsip, matlamat serta usaha mereka yang tak kenal apa itu putus asa semata-mata untuk menjadikan kehidupan mereka sangat berarti. Kerana mata kita hanya melihat orang yang berhasil atau yang kaya tanpa memandang lantas mencontohi kisah tentang di saat mereka masih memerah keringat, berluka tangan, menitiskan air mata dan di saat mereka juga pernah terpaksa meninggalkan kesenangan untuk turut serta berjuang dalam kehidupan yang sebenar.

-diDedikan buat pahlawan di bumi nyata.

Celaka Rindu

Seperti semua yang terlepas,
Duduk menunduk di sisi kocakan danau,
Sedikit tenang sedikit nyaman,
Sedikit itu yang membunuh keheningan,
Yang ingin aku mati disiat-siat kesunyian,

Laksana bintang disaru matahari,
Aku terbiar sendiri begini,
Dalam keadaan yang aku suka,
Menuju ke perasaan benci kepada dia yang hilang,
Lenyap,
Rindu telah mati,
Rindu yang celaka,
Bising dalam telinga,
Menyempit ruang mata,
Mengguris lubuk hati,

Tapi mana mungkin,
Aku manusia,
Tapi ini bukan kesilapan,
Jauh lagi bernama dosa,

Kerana aku tak teraniaya,
Dan dia tak ku celaka kan pula.

Rabu, 19 Ogos 2015

Datang Lagi

Di setiap kali nya,
Ku capai nikmat kesendirian,
Berderap-derap datang,
Sebuah hati sendu lagi,
Ketika hujan pula,
Ku terlihat sendu pada nya,

Jangan lagi,
Kalau ini,
Sekadar untuk ku rasa kembali,

Aku tersaru lagi,
Antara semalam dan kali ini,
Dengan suara terluka,
Menjadi kan ku terlupa,
Tentang kisah semalam,

Sabtu, 15 Ogos 2015

Di Sini Aku Bersuara

Aku selalu menyangka semua ini akan mati dan berakhir sebelum aku sudahi. Ternyata masih tiada yang tersudahi. Akal ku masih berperah, jiwa ku masih ke sini, merangka sedikit kata supaya puas seluruh ingin nya hati dan rasa ku.

Kelam menenggelami seri ku, terang tak menimbulkan diri ku, aku diulit bayang tak berwajah memancing kudrat ku menjejak hala tuju nya. Lantas hala tuju ku sendiri di ruangan yang fana ini. Aku pitam dalam kamar hitam di kala diri ku buntu mencetus solusi. Kerana aku tidak punya apa-apa untuk mengerjakan selain semangat dan fikiran.

Dalam detik sebegitu lah ia membawa ku duduk diam dan termenung jauh. Jauh dan tajam menembus semua tembok yang membatasi keupayaan ku.

Maka aku tidak mampu berdiam. Jari jemari meratap merayu supaya aku bersuara melaluinya. Di sini aku bersuara. Sambil bermimpi agar ada yang mendengar bersama hati nya yang tulus suci.

Sejati Nya Ini Lah Perang Kita.

Ternyata,
Rasa ini masih belum mati,
Ia cuma luka pedih kan mengucup sembuh,
Serentak dengan kaki yang melangkah maju,
Membunuh rindu yang gila memerahi segala,

Sejati nya ini lah perang ku,
Tanpa pedang,
Tanpa perisai,
Tanpa ledakan,

Tapi ini adalah api yang marak,
Tak merentungi sesiapa,
Cuma penghapus kisah lalu,
Membawa ku ke hadapan menuju gerbang dunia baru,

Kali ini pasti lebih sukar,
Dan sejatinya ini lah perang ku,
Kala terang tak mencium semua,
Aku perlu berada di sini, sendiri,
Mengubati luka,

dan Kau lihat bagaimana aku berlari,
Dalam menahan pedih,
Ku simpan air mata,

dan kau kuat kan lah diri mu,
Tegak kan harapan mu,

Sejati nya ini lah perang kita.

Jumaat, 14 Ogos 2015

Sejati Nya Ini Lah Perang Kita.

Ternyata,
Rasa ini masih belum mati,
Ia cuma luka pedih kan mengucup sembuh,
Serentak dengan kaki yang melangkah maju,
Membunuh rindu yang gila memerahi segala,

Sejati nya ini lah perang ku,
Tanpa pedang,
Tanpa perisai,
Tanpa ledakan,

Tapi ini adalah api yang marak,
Tak merentungi sesiapa,
Cuma penghapus kisah lalu,
Membawa ku ke hadapan menuju gerbang dunia baru,

Kali ini pasti lebih sukar,
Dan sejatinya ini lah perang ku,
Kala terang tak mencium semua,
Aku perlu berada di sini, sendiri,
Mengubati luka,

dan Kau lihat bagaimana aku berlari,
Dalam menahan pedih,
Ku simpan air mata,

dan kau kuat kan lah diri mu,
Tegak kan harapan mu,

Sejati nya ini lah perang kita.

Isnin, 10 Ogos 2015

Sempit

Menekan kata hamburan rasa,
Melempar soal tanpa mata,
Semua gawat dilaung gamat,
Selain ia jadi tersangka,
Namun,
Meniti hari menanti tamat,
Yang tertinggal dibiar busuk,
Saki baki harapan ke dalam longkang,
Semua sempit sendiri,
Tiada yang menguli,
Tiada yang iri,
Ia sempit sendiri.

Khamis, 6 Ogos 2015

Perintah

Dibalas pula dengan soal,
Malah punya ku bagi ku fikir,
Biar aku sendiri tahu,
Ruang ku sempit,
Gelap,
Tak mampu ku terang,
Suntuk,
Cukup dengar,
Cukup akur,

Ini kehendak ku,
Punya ku,
Biar akal ku perah sendiri,

Tawar

Saat ini sedang tawar,
Tak rasa semua dilupa,
Dan tak percaya bagi membagi,
Yang ada sebagai teman cuma,
Cukup tersekat di situ,
Tak mau lagi tersisip kenang,
Lebih senang begini lewat pematang,
Menguat kan teguh ku rentas berjuang,
Silakan ikut sementara begini,
Hingga nanti balik bersimpang,
Berpapasan hilang kenang.

Rabu, 5 Ogos 2015

Cahaya Bulan

Cahaya bulan sama tak berarti,
Meski ia sering terang menerangi,
Mendampak garis riang tawa kita,
Hingga rumput kering terus menyala,
Tapi terlalu terang buat dalam hati kita,
Sedang kita samar dalam rangkulan,
Aku di mana dan kau entah ke mana,
Kau di sini tapi aku entah di mana,

Di waktu depan,
Saat begini,
Moga ada yang terluah.

Samar

Kau terjurumus,
Dalam waktu nya,
Bayang semu teranggap mimpi,
Tahu pasti tiada janji,
Kerana angan tak pernah pasti,
Dan puncak selalu kabut,
Sedang mata selama kelabu,

Kali ini,
Terserah atas pandang mu,
Serta isi kepala mu,
Semoga pedih perih kau atasi,
Jangan lagi mati sebelum berapi,
Biar hingga lautan dikibar kan api,

Selasa, 4 Ogos 2015

Bingkai.

Asal nya,
Aku adalah sebuah lukisan bisu,
Meski dicoret banyak warna,
Orang hanya nampak warna kelabu,
Bukan salah mata mereka,
Mungkin tiada warna yang menonjol,
Oleh demikian,
Aku sering dilangkau tika seleksi,

Demikian aku keluar,
Tinggalkan kehidupan dalam bingkai,
Melukis diri ku sendiri,
Aku lakar jalan ku sendiri,
Ku pilih sendiri warna buat ku,
Namun tetap juga aku dilangkau,
Malah mereka ludah,
Mereka hapuskan semuanya,

Oleh sebab itu lah,
Kini aku dilukis oleh mereka,
Jalan ku mereka yang lakar,
Mereka juga yang mewarnakan,
Dan aku hanya akur,
Ketika aku dibingkaikan,
Asal mereka suka,
Agar aku tak lagi dilangkau.

Sabtu, 1 Ogos 2015

Menara Langit

Aku mendaki langit
Demi angan yang bernyawa
Tinggal kan keheningan
Yg menyekat nafas ku sesak            

Masih ku panjat langit
Demi wujudnya sekalian harapan
Menghapus sisa-sisa sendu
Yang menyekat nafas ku sesak

Tak tertahan pedih nya
Di bawa hilang tanpa cerita
Setelah semua yg terbagi
Di bawa hilang tanpa tanda

Maka ku panjat menara langit,
Demi terwujud semesta harapan,
Agar terhapus  keheningan,
Yang ingin membunuh ku

Menara Langit

Aku mendaki langit
Demi angan yang bernyawa
Tinggal kan keheningan
Yg menyekat nafas ku sesak            

Masih ku panjat langit
Demi wujudnya sekalian harapan
Menghapus sisa-sisa sendu
Yang menyekat nafas ku sesak

Tak tertahan pedih nya
Di bawa hilang tanpa cerita
Setelah semua yg terbagi
Di bawa hilang tanpa tanda

Maka ku panjat menara langit,
Demi terwujud semesta harapan,
Agar terhapus  keheningan,
Yang ingin membunuh ku